Tsunami Dalam Hati
Hitam lumpur kelam
seakan melumat kesucianmu
Mayat berjuang diantara
sampah yang terbuang
Kesturi semerbak mekar
harum mewangi
Lima menit semua menjadi
sejarah
Menghempaskan rasa, asa,
dan tabah
Cut Nyak Dhien diam kata
Cut Meutia tak bersapa
Teuku Umar…..Chik Di
Tiro
Malahayati….Pocut Baren
Semuanya pilu melihat mu
Entah siapa ku
Entah siapa mu
Gelimang hancur tak
bertuan
Kerkhoff siap menerima mu
Syiah Kuala tersenyum
manis pada mu
Tapi kau tetap sesuatu
yang indah
Kau lah Aceh Ku
Ki Hajar
Dewantara
Kau telusuri kehidupan bangsa Indonesia
Kau cari celah kekalahan Indonesia
Yang telah membuat Indonesia sengsara
Yaitu kebodohan
Waktu yang terus
berputar. .
Kau berantas kebodohan dengan
berbekal
Sekarung ilmu, seperti
keikhlasan
Semangat mengkobar didirimu
Kau ajari anak didikmu
Agar terbebas dari kebodohan
Terhindar dari kesengsaraan
Kau tak pernah meminta
imbalan
Kau tak pernah mengeluh
Meskipun tulang dan
badanmu mulai rapuh.
Dan tak pernah kau
hiraukan
Hanya satu dan satu tujuanmu
Yaitu membuat Indonesia merdeka
dan sejahtera
Kau bebaskan Indonesia
Dari tangan penjajah
Kau jadikan Indonesia
Menjadi merdeka
Terima kasih Ki Hajar
Dewantara
Kau pahlawan kami
Pahlawan pendidikan
Merdeka . . . .Merdeka .
. . .
Teriak bangsa Indonesia
. . . .
Ibu Pertiwi
Jika angin tak lagi berhembusJika api tak lagi membara
Jika tanah tak lagi membongkah
Apa kita masih dapat berkata?
Tentang
hasrat dan milik
Tentang jiwa
dan rasa
Tentang
dunia yang dipijak nestapa
Tentang duka
menyelimuti langkah
Masih adakah celah?
Untuk menyimpan gelisah
Untuk menyembunyikan langkah
Meskipun
celah berongga
Dada kita
tetap menganga
Meskipun
jari tersembunyi
Mata dan
telinga tetap terjaga
Ingatlah wahai ibu pertiwiKami.putra putri bangsa akan melangkah
Dalam langkah satu dan satu bukan melompat
Setelah itu kami terjerat.
Untuk Pahlawan
Terpancang tonggak bisu tak bernama
Tanah
merah tanpa bertabur sunyi bunga
Tapi rela
pahlawan terbaring di pusara.
Ketika
kejam peperangan merobek damai sepi
Kau angkat senjata tanpa dipinta
Melawan penindasan dan penjajahan
Demi bumi pertiwi.
Ketika tangan tangan masih mampu mencekam mencengkeram
Jantung
berdetak hati berderak
Kau
pekikkan satu tekad merdeka
Kau
biarkan di sekujur tubuhmu
Luka
nganga bertaut sendiri
Kau korbankan milikmu, hidupmu
Gugur satu-satu.
Sebelum sempat kukalungkan bunga di lehermu
Aku sematkan bintang jasa di dadamu
Kau
berlalu tanpa meminta balas jasa.
Pahlawanku,
Ijinkan
aku seka darah di luka tubuhmu
Aku hapus
debu di telanjang kakimu
Sebagai rasa hormat dan terima kasihku.
Pahlawanku,
Di atas pusaramu
Kutaburkan wangi bunga-bunga
Dan kuteteskan haru air mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar