Senin, 05 November 2012

contoh puisi epik


Tsunami Dalam Hati


Hitam lumpur kelam seakan melumat kesucianmu
Mayat berjuang diantara sampah yang terbuang
Kesturi semerbak mekar harum mewangi
Lima menit semua menjadi sejarah
Menghempaskan rasa, asa, dan tabah
Cut Nyak Dhien diam kata
Cut Meutia tak bersapa
Teuku Umar…..Chik Di Tiro
Malahayati….Pocut Baren
Semuanya pilu melihat mu
Entah siapa kau…
Entah siapa ku
Entah siapa mu
Gelimang hancur tak bertuan
Kerkhoff siap menerima mu
Syiah Kuala tersenyum manis pada mu
Tapi kau tetap sesuatu yang indah
Kau lah Aceh Ku        






Ki Hajar Dewantara
                                                                                             

Kau telusuri kehidupan bangsa Indonesia
Kau cari celah kekalahan Indonesia
Yang telah membuat Indonesia sengsara
Yaitu kebodohan

Waktu yang terus berputar. . 
Kau berantas kebodohan dengan berbekal
Sekarung ilmu, seperti keikhlasan
Keikhlasan yang selalu ada dihatimu

Semangat mengkobar didirimu
Kau ajari anak didikmu
Agar terbebas dari kebodohan
Terhindar dari kesengsaraan

Kau tak pernah meminta imbalan
Kau tak pernah mengeluh
Meskipun tulang dan badanmu mulai rapuh.
Dan tak pernah kau hiraukan

Hanya satu dan satu tujuanmu
Yaitu membuat Indonesia merdeka dan sejahtera
Kau bebaskan Indonesia
Dari tangan penjajah           

Kau jadikan Indonesia
Menjadi merdeka
Terima kasih Ki Hajar Dewantara
Kau pahlawan kami
Pahlawan pendidikan
Merdeka . . . .Merdeka . . . .
Teriak bangsa Indonesia . . . .
Ibu Pertiwi
Jika angin tak lagi berhembus
Jika api tak lagi membara
Jika tanah tak lagi membongkah
Apa kita masih dapat berkata?

Tentang hasrat dan milik
Tentang jiwa dan rasa
Tentang dunia yang dipijak nestapa
Tentang duka menyelimuti langkah

Ibu pertiwi…
Masih adakah celah?
Untuk menyimpan gelisah
Untuk menyembunyikan langkah
                                                                    
Meskipun celah berongga
Dada kita tetap menganga
Meskipun jari tersembunyi
Mata dan telinga tetap terjaga
Ingatlah wahai ibu pertiwi
Kami.putra putri bangsa akan melangkah
Dalam langkah satu dan satu bukan melompat
Setelah itu kami terjerat.

Untuk Pahlawan


Terpancang tonggak bisu tak bernama

Tanah merah tanpa bertabur sunyi bunga
Tapi rela pahlawan terbaring di pusara.
Ketika kejam peperangan merobek damai sepi

Kau angkat senjata tanpa dipinta
Melawan penindasan dan penjajahan
Demi bumi pertiwi.
Ketika tangan tangan masih mampu mencekam mencengkeram

Jantung berdetak hati berderak
Kau pekikkan satu tekad merdeka
Kau biarkan di sekujur tubuhmu
Luka nganga bertaut sendiri

Kau korbankan milikmu, hidupmu
Gugur satu-satu.
Sebelum sempat kukalungkan bunga di lehermu
Aku sematkan bintang jasa di dadamu

Kau berlalu tanpa meminta balas jasa.
Pahlawanku,
Ijinkan aku seka darah di luka tubuhmu
Aku hapus debu di telanjang kakimu

Sebagai rasa hormat dan terima kasihku.
Pahlawanku,
Di atas pusaramu
Kutaburkan wangi bunga-bunga
Dan kuteteskan haru air mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar